Rabu, 22 Oktober 2008

BELAJAR DARI ANDREAS HAREFA

Sutejo

Dengan setengah kelakar, Andreas Harefa menuliskan di belakang namanya dengan tulisan "WTS". WTS yang satu ini bukanlah akronim dari wanita tuna susila tetapi merupakan kependekan dari writer, trainer, dan speaker. Andrias Harefa, selama ini dikenal sebagai penulis buku yang tak hanya produktif tetapi juga pencetak buku la¬ris. Sebelum dikenal sebagai penulis, Andreas Harefa memang lebih banyak bergelut sebagai trainer (instruktur) dan speaker (pembicara) di bidang pelatihan bisnis. Meskipun dia sudah senang menulis sejak di bangku kuliah, dia baru menulis buku mulai tahun 1998 atau saat krisis ekonomi mulai memorak-porandakan Indonesia. Sekarang, buku-buku yang lahir dari jemari lentiknya sudah lebih dari 25 judul. Tema buku-bukunya berkisar soal learnership (pembelajaran), lea¬dership (kepemimpinan), dan entrepreneurship (kewirausahaan).

Motivasi tampaknya lebih utama menggerakkan Andreas Harefa. "Aku ingin menguatkan hati orang," begitulah alasan ia dalam menulis buku. "Aku ingin menjangkau sebanyak mungkin orang karena sebagian besar mereka, karena alasan biaya atau waktu, tidak bisa ikut di pelatihan-pelatihan maupun seminar-seminar di mana aku jadi pembicara."
Permasalahannya adalah bagaimana Andreas Harefa dapat demikian produktif. Ada satu resep yang dilakukan Andreas Harefa sehingga ia bisa sangat produktif dalam menulis buku. "Aku punya target minimal, satu hari harus menulis antara satu sampai dua halaman. Jadi, kadang-kadang dalam seminggu aku bisa menulis dua artikel dengan panjang enam halaman. Itu cara mendisiplinkan diri," kata Ha¬refa. Namun, ia mengakui ada pula saat ia tidak aktif.

Untuk inilah, maka jika Anda ingin merentas jalan lempang kepenulisan, resep Andreas Harefa ini dapat dilakukan. Marilah kita berhitung secara matematis. Jika dalam satu hari kita mampu menuliskan dua halaman, misalnya, maka dalam satu bulan kita sudah memperoleh sekitar enam puluh halaman. Jika dua bulan, maka, sudah 120 halaman. Sebuah buku tipis, tentu, sudah layak dengan tebal 120 halaman ini. Kalau begitu, hitung punya hitung dalam setahun, seseorang dapat menghasilkan enam buku. Mengapa kita tidak melakukannya? Kalau orang lain dapat tentu, siapa pun kita dapat melakukannya.

Di tengah kesibukan kita (apa pun profesi kita), barangkali memang menarik untuk menerapkan resep menulis Andreas Harefa ini. Untuk inilah, maka mengapa tidak kita lakukan? Jika kita meminjam ungkapan para arif bijak tidaklah ada sesuatu hasil datang dengan tanpa usaha, demikian juga halnya dengan dunia kepenulisan. Kerja keras, etos, dan disiplin adalah hal terbesar yang akan menyumbangkan sukses seorang penulis.

Akhirnya, marilah kita mulai menulis dengan resep Andreas Harefa ini. Meskipun satu paragraf dalam sehari, maka jika dalam satu minggu, paling tidak kita sudah memperoleh satu tulisan pendek. Ibarat menulis sebagai naik sepeda, maka semakin hari keterampilan kita bersepeda semakin mahir. Bukankah menulis adalah keterampilan menuju kemahiran?

Untuk ini, marilah kita menekuni dunia menulis dengan sepenuh hati. Sebab membaca dan menulis sekali lagi, adalah amanah agama yang diisyaratkan dalam Al-Quran! Wallohu a’lam.

*) Pernah dimuat di Ponorogo Pos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar